Logika Sesat

Dari dulu, yang namanya pengusaha sukses bukan hanya jago dagang atau pandai hitung laba, tapi juga pintar membaca peta kekuasaan. Mereka tahu, kekayaan terbesar bukan hanya datang dari pasar, tapi dari meja makan di ruangan tertutup bersama para penguasa. Di situlah kesepakatan dibisikkan, di situlah jalur pintas dibuka.

Penguasa pun tidak kalah diuntungkan. Dukungan dana, fasilitas, dan jaringan politik mengalir dari pengusaha yang setia "merawat hubungan". Sebagai balasannya, sang pengusaha mendapatkan kemudahan: izin usaha yang biasanya ribet jadi mulus, proyek yang tadinya mustahil tiba-tiba jadi mungkin, bahkan hukum pun kadang terasa lebih ramah kalau kamu punya nomor telepon yang tepat.

Polanya tidak pernah benar-benar berubah—hanya berganti seragam, berganti wajah, berganti slogan. Sementara rakyat kecil sibuk membanting tulang dan berharap rezeki datang dari kerja keras, di atas sana rezeki mengalir lewat lobi-lobi halus dan senyum di acara resmi. Satu kali berjabat tangan di istana bisa setara dengan puluhan tahun kerja keras di pabrik.

Maka, kalau mau kaya seperti mereka, rumusnya sederhana: jangan cuma buka toko, buka juga hubungan. Jangan cuma cari pelanggan, cari juga penguasa. Karena di negeri ini, kadang yang menentukan kaya atau tidaknya kamu bukan seberapa keras kamu bekerja, tapi seberapa dekat kamu duduk di meja kekuasaan.

Komentar

Memuat komentar…
Tidak bisa memuat komentar.
Tampilkan lebih banyak
Artikel Terkait
Memuat artikel…
Tidak ada artikel terkait.
Terima pembaruan lewat email