
Saya baru saja mengikuti acara yang benar-benar membuka mata dan pikiran, yaitu AI-4-GOD! EXPO 2025. Tema utamanya sangat menantang: "MENGEJAR EXCELLENCE!"
Artinya, kita tidak boleh cuma ikut-ikutan memakai teknologi canggih seperti Kecerdasan Buatan (AI), tapi kita harus menggunakannya dengan cara yang terbaik, paling benar, dan paling memuliakan Tuhan. Ini bukan soal canggih-canggihan alat, tapi soal hati dan tujuan kita saat memakainya.
1. AI Itu Ibarat "Kalkulator Canggih" Saja
Banyak orang mengira AI itu makhluk pintar yang tahu segalanya. Padahal, AI itu hanyalah sebuah alat. Saya suka menyebutnya sebagai Akal Imitasi. Dia hanya meniru kecerdasan manusia, seperti kalkulator yang meniru cara kita berhitung, tapi jutaan kali lebih cepat.
Dia tidak punya perasaan, tidak punya hati, dan yang pasti, tidak punya Roh Kudus.
Kunci AI: Prompt dan DataPrinsip kerjanya sangat sederhana: AI hanya bekerja jika ada prompt (perintah) atau data yang masuk. Kalau Anda mau AI membuat ringkasan khotbah, Anda harus memberi dia prompt-nya. Kalau kita isi dengan air bersih (data bagus), hasilnya akan bersih. Kalau kita isi dengan air kotor (data yang salah, bias, atau dangkal), hasilnya juga akan kotor.
Jadi, inti (excellence) yang pertama adalah: berikan input yang berkualitas!
2. Mengenal Dua Sisi Mata Uang Teknologi: Manfaat dan Bahaya
Teknologi, termasuk AI, itu seperti pisau dapur. Bisa sangat membantu untuk memasak makanan enak, tapi bisa juga melukai jika dipakai sembarangan. Kita harus tahu apa manfaat dan bahaya teknologi ini.
Manfaatnya (Sisi Anugerah)- Kerja Cepat dan Efisien: AI bisa membantu pendeta menyiapkan bahan renungan atau membuat desain poster pelayanan dalam waktu singkat. Waktu yang tadinya habis untuk tugas-tugas teknis bisa dialihkan untuk melayani atau mendoakan orang.
- Jangkauan Luas: AI bisa menerjemahkan pesan Injil ke berbagai bahasa, membuat pelayanan kita menjangkau orang di seluruh dunia.
Bahaya terbesar adalah ketika AI beralih fungsi dari alat bantu menjadi candu atau, lebih parah, berhala. Kita bisa kecanduan pada jawaban instan, malas berpikir kritis, dan akhirnya kehilangan kedalaman relasi pribadi dengan Tuhan dan sesama. Kita menjadi pasif secara spiritual karena AI sudah menyediakan semua jawaban.
Tujuan kita adalah menjadikan Teknologi untuk serupa dengan Kristus, bukan menjadi candu. Gunakan AI untuk menghemat waktu kerja, tapi pakai waktu luang itu untuk melayani secara pribadi, bersekutu, dan berdoa. Jadikan teknologi sebagai perpanjangan tangan kasih Kristus, bukan sebagai pengganti kehadiran dan perjuangan kita.
3. Excellence Versi Allah: Kesetiaan pada Talenta Kita
Tema "Mengejar Excellence!" memang membuat kita bertanya: Bagaimana kita memahami excellent ketika setiap orang memiliki karunia, kapasitas, dan jalan hidup yang berbeda-beda?
Jawabannya ada di Alkitab, khususnya perumpamaan tentang talenta. Excellent versi Allah bukanlah standar yang seragam untuk semua orang. AI bisa memberikan kita standar kinerja yang seragam (misalnya, membuat 100 konten dalam seminggu), tapi Tuhan melihat lebih dalam.
Kesetiaan di Atas UkuranApakah Allah menuntut ukuran excellent yang sama untuk setiap manusia, ataukah Ia melihat kesetiaan kita sesuai talenta yang telah diberikan-Nya?
Pesan di EXPO sangat jelas: Allah menuntut kesetiaan sesuai dengan talenta yang Ia berikan. Kepada yang diberi lima talenta, dituntut lima talenta lagi. Kepada yang diberi satu talenta, hanya dituntut satu talenta lagi (Matius 25:14-30). Excellent Anda yang memiliki karunia mengajar Alkitab, berbeda dengan excellent saya yang mungkin memiliki karunia di bidang multimedia gereja.
AI boleh mengukur kecepatan dan kuantitas, tapi Tuhan mengukur mutu hati dan kesungguhan kita dalam menggunakan apa yang Ia titipkan.
Mengatasi Perangkap PerbandinganKini, dengan mudahnya kita melihat hasil kerja orang lain di media sosial—termasuk pelayanan mereka yang "di-AI-kan"—godaan untuk membandingkan diri sangat besar. Bagaimana cara kita menjaga hati agar tidak membandingkan diri dengan orang lain, melainkan berfokus pada standar excellent yang Allah tetapkan bagi hidup kita?
Jawabannya sederhana dan mendasar: Fokus!
- Berfokus pada Panggilan: Sadari bahwa excellence Anda adalah menjalankan panggilan unik yang Tuhan berikan. Jika panggilan Anda melayani anak, jangan bandingkan diri dengan orang yang dipanggil melayani jemaat dewasa.
- Berfokus pada Proses: Daripada melihat hasil akhir orang lain, lihatlah proses Anda. Apakah Anda sudah memberi yang terbaik dari karunia dan kapasitas Anda hari ini?
- Berfokus ke Atas: Standar excellence kita adalah Yesus Kristus. Bandingkanlah kesetiaan Anda hari ini dengan kesetiaan Anda kemarin, bukan dengan kesuksesan orang lain.
4. Jangan "Buta Percaya": Pentingnya Kroscek
Di dunia digital, kita punya kebiasaan buruk: buta menelan mentah-mentah hasil dari teknologi.
Contohnya, kita berpikir, "Ah, kalau dia muncul di 10 top pencarian Google, pasti itu benar." Ini salah besar!
Algoritma hanya menyajikan popularitas dan relevansi yang terukur, bukan kebenaran yang mutlak.
Oleh karena itu, kroscek itu penting! Keunggulan dalam era digital menuntut kita untuk menjadi orang yang skeptis yang penuh hikmat. Setiap kali Anda mendapat informasi penting dari mesin pencari atau AI, terapkan standar keunggulan ini:
- Cek Sumber Asli: Apakah sumbernya terpercaya?
- Bandingkan: Bandingkan dengan sumber lain.
- Standar Alkitab: Kroscek paling utama adalah Firman Tuhan. Apakah ide atau jawaban AI itu sejalan dengan ajaran Alkitab? Jika bertentangan, buanglah!
5. Jadikan Roh Kudus Sebagai Kompas Utama
Semua tips teknis di atas akan sia-sia jika kita lupa kompas kita yang sejati. Inilah kesimpulan paling penting dari AI-4-GOD! EXPO 2025: Jadikan Roh Kudus sebagai penuntun dalam memakai AI.
Mengapa Roh Kudus adalah yang terpenting?
AI melihat ke belakang (data lama). Roh Kudus menuntun kita ke depan, kepada seluruh kebenaran yang baru (Yohanes 16:13). AI memberi Fakta. Roh Kudus memberi Hikmat untuk menggunakan fakta itu dengan kasih dan kebenaran.
Ketika kita menaruh Roh Kudus sebagai filter dan penuntun utama, kita tidak akan gampang terpengaruh oleh arus digital yang kencang. Kita akan menggunakan AI untuk membangun Kerajaan Allah dengan keunggulan (excellence), bukan sekadar membangun karier atau brand pribadi.
Mari kita tinggalkan mentalitas "pemakai" AI yang pasif dan menjadi "penguasa" yang bijak. Gunakan Akal Imitasi ini, tetapi biarkan Akal Ilahi yang memimpin seluruh hidup kita.
Posting Komentar