Jangan Mau Didikte Algoritma

Pernahkah kamu membuka ponsel hanya sebentar dengan niat sekadar mengecek notifikasi, lalu tiba-tiba sudah lewat satu jam tanpa terasa? Awalnya cuma ingin melihat satu pesan, tapi entah bagaimana kita berakhir menonton video yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang kita cari.

Itulah salah satu bukti bagaimana algoritma bekerja dalam kehidupan kita.


Bagi orang awam, kata algoritma terdengar rumit, seperti istilah teknis dalam dunia komputer. Padahal sebenarnya sederhana: algoritma bisa diibaratkan sebagai "mesin pengatur" yang ada di balik layar media sosial, YouTube, aplikasi belanja, bahkan berita online. Mesin inilah yang menentukan konten apa yang muncul di layar kita.

Misalnya, kalau kita sering menonton video tentang resep makanan, maka beranda kita akan dipenuhi dengan video memasak. Kalau kita suka melihat berita sensasional atau gosip, maka berita serupa akan terus muncul. Semua itu bukan kebetulan, melainkan hasil kerja algoritma.

Bagi yang paham coding, algoritma bisa digambarkan seperti kode sederhana berikut:

# Contoh kode algoritma sederhana
# Daftar minat pengguna
minat_pengguna = ["makanan", "musik", "teknologi"]

# Konten tersedia di platform
konten = [
    {"judul": "Resep Nasi Goreng Spesial", "kategori": "makanan"},
    {"judul": "Konser Musik Terbaru", "kategori": "musik"},
    {"judul": "Tips Belajar Python", "kategori": "teknologi"},
    {"judul": "Berita Gosip Artis", "kategori": "hiburan"},
    {"judul": "Cara Membuat Kue Brownies", "kategori": "makanan"}
]

# Algoritma sederhana: tampilkan hanya konten sesuai minat
rekomendasi = [k for k in konten if k["kategori"] in minat_pengguna]

print("Konten Rekomendasi untuk Anda:")
for r in rekomendasi:
    print("-", r["judul"])

Bayangkan kita suka masakan. Setiap kali buka media sosial, otomatis layar kita penuh dengan resep. Itu karena algoritma menyaring dan hanya menampilkan yang sesuai minat kita. Kedengarannya praktis, tapi berbahaya kalau akhirnya kita hanya melihat apa yang mesin pilihkan, bukan apa yang benar-benar kita butuhkan.

Sekilas, sistem ini terlihat menguntungkan. Kita tidak perlu repot mencari, karena semua sudah disajikan sesuai minat kita. Tapi di sinilah bahayanya: kalau kita tidak sadar, kita bisa didikte untuk terus melihat apa yang sebenarnya tidak kita butuhkan.


Salah satu trik algoritma adalah menjaga kita tetap betah di depan layar. Konten yang diberikan sengaja dipilih agar kita terus penasaran: dari video pendek yang lucu, konten drama yang memancing emosi, sampai berita kontroversial yang bikin kita ingin tahu lebih jauh.

# Contoh kode algoritma yang bikin ketagihan
# Skor ketertarikan pengguna (semakin tinggi, semakin sering muncul)
konten = [
    {"judul": "Drama Korea", "skor": 80},
    {"judul": "Berita Politik", "skor": 50},
    {"judul": "Drama Viral", "skor": 95},
    {"judul": "Renungan Harian", "skor": 40}
]

# Urutkan konten berdasarkan skor tertinggi
konten_urut = sorted(konten, key=lambda x: x["skor"], reverse=True)

print("Yang muncul di beranda Anda:")
for k in konten_urut:
    print("-", k["judul"])

Sistem ini memberi "nilai" pada konten. Yang paling bikin orang penasaran atau emosional (misalnya drama viral atau gosip) akan selalu muncul paling atas. Akibatnya, kita betah berlama-lama, meski sebenarnya yang muncul bukanlah hal paling bermanfaat.

Masalahnya, tidak semua itu benar-benar bermanfaat. Banyak hal hanya memberi hiburan sesaat, tanpa membawa nilai tambah. Kita akhirnya menghabiskan waktu berjam-jam, hanya untuk "menuruti" arah yang ditentukan mesin. Tanpa sadar, kita menjadi budak rekomendasi algoritma.

Coba renungkan: berapa banyak waktu yang seharusnya bisa dipakai untuk berdoa, membaca Alkitab, bercengkerama dengan keluarga, atau sekadar beristirahat dengan tenang — tetapi justru habis hanya untuk scroll layar tanpa henti?

Firman Tuhan juga mengingatkan kita:

"Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."
(1 Petrus 5:8)

Sebagai orang percaya, kita tahu bahwa waktu adalah anugerah besar yang Tuhan titipkan. Firman Tuhan berkata:

"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."
(Efesus 5:15-16)
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."
(Mazmur 90:12)

Ayat ini mengingatkan kita untuk hidup dengan kesadaran penuh, bukan sekadar mengikuti arus. Dunia memang penuh dengan hal-hal yang tampak menyenangkan, tetapi tidak semua membangun.

Rasul Paulus juga menegaskan:

"Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun."
(1 Korintus 6:12)

Media sosial bukanlah dosa. Hiburan digital juga tidak selalu salah. Tetapi kalau kita sampai diperhamba olehnya, kita telah melanggar prinsip Firman Tuhan.


Sebagai anak Tuhan, hidup kita seharusnya dipimpin oleh Roh Kudus, bukan oleh algoritma media sosial. Roh Kudus menuntun kita kepada kebenaran dan hal-hal yang memberi kehidupan. Sementara algoritma, sejatinya hanya bertujuan agar kita bertahan lebih lama di depan layar, sehingga platform mendapatkan keuntungan.

"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."
(Roma 12:2)
"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."
(Kolose 3:2)

Pertanyaannya sederhana namun menentukan: apa yang menata prioritas kita hari ini—rekomendasi algoritma atau pimpinan Roh Kudus?


Untuk menjaga agar kita tidak diperbudak rekomendasi algoritma, ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan:

1. Sadari jebakan algoritma – ingat bahwa konten yang muncul bukan selalu kebutuhan kita, tapi hasil perhitungan mesin.
2. Tetapkan batas waktu – gunakan fitur screen time atau buat aturan pribadi, misalnya maksimal 1 jam sehari untuk media sosial.
3. Latih disiplin rohani – gantikan sebagian waktu scrolling dengan doa, membaca Alkitab, atau menulis jurnal rohani.
4. Puasa digital – cobalah sehari tanpa media sosial. Rasakan bagaimana hidup menjadi lebih tenang dan fokus.
5. Isi pikiran dengan hal yang sehat – perhatikan apa yang kita konsumsi.
   Filipi 4:8 berkata:
   "Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci,
   semua yang manis, semua yang sedap didengar, pikirkanlah semuanya itu."
6. Gunakan teknologi untuk kemuliaan Tuhan – misalnya dengan membagikan firman, kesaksian, atau konten yang membangun iman orang lain.

Hidup kita terlalu berharga untuk diserahkan begitu saja pada algoritma. Waktu yang Tuhan berikan adalah kesempatan untuk bertumbuh, melayani, dan memuliakan Dia. Media sosial hanyalah alat. Gunakanlah dengan bijak, jangan sampai kita diperhamba olehnya.

"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."
(Matius 6:33)

Kiranya langkah kita dipimpin Roh Kudus, sementara teknologi tetap berada di tempatnya: melayani, bukan memerintah.

Komentar

Memuat komentar…
Tidak bisa memuat komentar.
Tampilkan lebih banyak
Artikel Terkait
Memuat artikel…
Tidak ada artikel terkait.
Terima pembaruan lewat email