Sore itu, setelah seharian bekerja di Manahan, saya pulang dengan motor menuju rumah di Karangpandan sambil mengenakan jas hujan. Badan terasa lelah, kepala masih penuh urusan kantor, dan langit sejak siang sudah tampak gelap. Benar saja, baru beberapa menit di jalan, hujan deras mengguyur tanpa henti. Meski jas hujan menutupi tubuh, tetap saja air masuk dari celah-celah kecil, membuat pakaian dan sepatu terasa dingin. Jalanan becek, pandangan kabur, ditambah rasa letih setelah seharian bekerja—semua bercampur jadi satu.
Di tengah derasnya hujan, pandangan saya tertuju pada sebuah gerobak cendol sederhana di pinggir jalan. Seorang bapak tua berdiri di sana, masih menjaga dagangannya. Hujan tidak membuatnya pulang, tidak juga membuatnya menyerah. Entah mengapa, hati saya tergerak untuk berhenti.
Saya menepi, memarkir motor, lalu menepikan jas hujan yang sudah basah kuyup. Dari awal niatnya hanya ingin berteduh, tapi begitu melihat bapak itu, saya memutuskan untuk sekaligus membeli segelas es cendol.
Melihat saya mendekat dan memesan, bapak itu tersenyum heran, lalu berkata:
“Mas, hujan-hujan kok malah beli es cendol to?”
Saya ikut tersenyum, lalu menjawab:
“Biar keyakinan bapak teguh, bahwa berkat Tuhan itu tidak pernah salah alamat.”
Bapak itu terdiam sejenak, kemudian tertawa kecil. Senyumnya hangat, seolah mendapat pengingat bahwa berkat Tuhan memang selalu punya jalannya sendiri. Meski hujan deras, selalu ada cara Tuhan untuk menghadirkan pertolongan.
Sepanjang perjalanan setelah itu, saya merenung. Hidup sering membuat kita khawatir: apakah usaha kita akan membuahkan hasil? Apalagi ketika keadaan tampak tidak mendukung—dagangan sepi, cuaca buruk, atau tubuh yang lelah dengan rutinitas. Namun bapak penjual cendol itu mengajarkan satu hal: berkat Tuhan selalu datang tepat pada waktunya.
Beliau tetap setia berdiri, menjaga gerobaknya di tengah hujan. Itu bentuk nyata dari kerja keras, kesabaran, sekaligus keteguhan hati. Dan benar saja, walau hanya satu pembeli, berkat Tuhan tetap datang.
Dari momen sederhana itu saya belajar, tugas kita hanyalah berusaha sebaik mungkin. Soal hasil, biarlah Tuhan yang mengatur. Berkat Tuhan memang tidak selalu datang dalam jumlah besar, tapi selalu cukup, selalu tiba pada waktunya.
Hari itu, meski badan dingin karena hujan dan motor terasa berat melaju di jalanan licin, hati saya justru hangat. Hangat karena saya diingatkan untuk tidak pernah berhenti berusaha, tidak kehilangan keyakinan, dan tidak lupa bersyukur.
Hujan sore itu bukan sekadar gangguan di perjalanan pulang, tapi justru menjadi cara Tuhan menghadirkan pelajaran hidup lewat segelas es cendol dan senyum seorang bapak penjual di pinggir jalan.
“Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.”