Dulu, ketika saya masih anak-anak, saya sering merasa waktu dalam satu hari berjalan begitu cepat. Pagi main sebentar, siang sekolah sebentar, tiba-tiba sore sudah datang, lalu malam pun tiba tanpa terasa. Seolah setiap hari hanya singgah sebentar sebelum berganti.
Ketika menginjak usia remaja, perasaan itu berubah skalanya. Saya mulai merasa satu minggu berlalu begitu cepat. Rasanya baru saja Senin, tahu-tahu sudah Sabtu. Hari-hari sekolah berlarian tanpa sempat dinikmati, dan akhir pekan yang dinanti selalu terasa terlalu singkat.
Saat kuliah, ukurannya makin membesar. Kali ini bukan lagi hari atau minggu, tapi tahun. Rasanya baru saja masuk semester awal, lalu entah bagaimana, sudah di penghujung tahun, tanggal 31 Desember. Waktu terasa seperti dipercepat, meninggalkan saya yang masih berusaha mengejar banyak hal.
Dan kini, saat dewasa, saya menyadari waktu bisa melesat dalam hitungan dekade. Sepuluh tahun terasa seperti beberapa musim yang lewat begitu saja. Bayi yang dulu saya gendong kini sudah dewasa, dan saya sendiri yang dulu masih bermain-main, kini justru menggendong bayi saya sendiri. Siklusnya berjalan begitu cepat, seakan hidup hanya menekan tombol fast forward tanpa jeda.
Psychological Time Attack — atau mungkin, inilah cara hidup mengajarkan kita bahwa waktu tidak pernah melambat, hanya kita yang semakin cepat melewatinya tanpa sadar.