Setia pada Perkara Kecil

Pernahkah kita merasa kendaraan yang kita miliki sudah tidak layak lagi? Cat mulai pudar, suara mesin tak lagi halus, bahkan kursi sudah sedikit sobek. Lalu dalam hati muncul keinginan, "Ah, kalau bisa ganti yang baru, lebih mewah, lebih nyaman, pasti rasanya lebih enak."

Keinginan itu wajar. Manusia selalu ingin maju, ingin lebih baik, ingin menikmati hasil jerih lelahnya. Namun di tengah semua itu, ada satu pelajaran penting yang tidak boleh kita lupakan: setia pada perkara kecil.

Kendaraan sederhana yang kita punya sekarang mungkin tidak seindah milik orang lain. Tapi justru dialah yang selama ini setia menemani. Mengantar kita saat pagi-pagi sekali berangkat kerja, menjemput kita pulang dalam keadaan lelah, bahkan menjadi saksi bisu perjalanan kita mencari nafkah.

Sangat mudah bagi kita untuk meremehkan yang kecil, apalagi ketika hati dipenuhi keinginan akan sesuatu yang lebih besar. Tetapi Tuhan menilai kesetiaan kita bukan dari seberapa banyak yang kita miliki, melainkan bagaimana kita menjaga dan menghargai apa yang sudah Ia percayakan.

"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar; dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."
— Lukas 16:10

Merawat kendaraan mungkin terlihat sepele. Namun, itu latihan bagi hati kita: apakah kita mau bertanggung jawab, bersyukur, dan menghargai berkat kecil yang sudah ada. Kalau kita tidak bisa setia dengan yang sederhana, bagaimana Tuhan bisa mempercayakan sesuatu yang lebih besar?

Kesetiaan dalam perkara kecil bukan hanya soal benda. Itu juga berlaku dalam seluruh aspek hidup kita:

- Setia menjaga rumah meski sederhana.
- Setia mengelola gaji meski belum besar.
- Setia mengerjakan pekerjaan dengan jujur meski tidak ada yang mengawasi.

Setiap hal kecil adalah ujian. Dan setiap ujian yang dilewati dengan setia adalah langkah menuju perkara yang lebih besar.

Namun ada yang lebih penting dari semua itu: setia dalam iman.

Hidup kita sering diperhadapkan pada godaan duniawi. Ada yang rela mengorbankan nilai, prinsip, bahkan imannya demi uang, jabatan, atau kenyamanan sesaat. Padahal, semua itu hanya sementara.

"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?"
— Markus 8:36

Iman kita jauh lebih berharga daripada emas, perak, atau harta paling mahal sekalipun. Jangan pernah menjual iman hanya karena masalah duniawi. Jangan gadaikan keselamatan kekal hanya untuk kepuasan sesaat.

Kalau kendaraan adalah harta kecil yang perlu dirawat, maka iman adalah harta besar yang harus dijaga dengan segenap hati. Kendaraan bisa rusak, bisa hilang, bahkan bisa diganti dengan yang baru. Tetapi iman adalah harta yang menentukan kehidupan kekal kita.

Setia dalam hal kecil melatih kita untuk setia dalam hal besar. Setia dalam hal duniawi melatih kita untuk setia dalam hal rohani. Dan setia dalam iman akan membawa kita pada janji terbesar dari Tuhan: mahkota kehidupan.

"Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia."
— Yakobus 1:12

Jadi, mari kita belajar untuk setia dalam segala hal. Rawat kendaraan yang ada, meski sederhana. Hargai berkat yang kecil, meski belum seperti yang kita impikan. Dan yang terpenting, jagalah iman kita—jangan biarkan masalah dunia menggoyahkan atau bahkan menjualnya.

Karena kesetiaan pada perkara kecil akan membawa kita dipercaya dalam perkara besar. Dan kesetiaan dalam iman akan membawa kita kepada mahkota kehidupan yang kekal.

Komentar

Memuat komentar…
Tidak bisa memuat komentar.
Tampilkan lebih banyak
Artikel Terkait
Memuat artikel…
Tidak ada artikel terkait.
Terima pembaruan lewat email