rjgMtIfGYu4OB4QkmjHAeAZy7ixF2fuByIYhJHQr

Mentalitas Kerbau

Mentalitas Kerbau
Seperti kerbau, kita harus mengubah perspektif kita.

Saya ingin berbagi sebuah pelajaran yang saya dapatkan baru-baru ini. Saya sedang melihat YouTube dan menemukan sebuah fakta yang membuat saya berpikir: ternyata ketika badai datang, kerbau justru berlari ke arah badai itu. Ini menjadi sebuah renungan yang mendalam bagi saya.

Ada sebuah pengamatan menarik di alam liar. Ketika badai datang, sebagian besar hewan, seperti kawanan sapi, akan merasakan perubahan tekanan udara dan mulai berlari menjauh dari badai. Ini adalah respons yang logis, insting alami untuk menghindari bahaya.

Namun, yang terjadi adalah badai itu bergerak lebih cepat daripada mereka. Mereka berlari, tapi badai itu menyusul mereka. Akhirnya, mereka berlari bersama badai, memperpanjang waktu mereka di dalam kekacauan, angin, dan hujan lebat itu. Mereka terus berlari, kelelahan, dan tetap basah kuyup dalam penderitaan.

Di sisi lain, kerbau memiliki respons yang sama sekali berbeda. Ketika mereka melihat badai datang dari barat, mereka tidak berbalik ke timur. Sebaliknya, mereka berbalik menghadap badai dan mulai berlari langsung ke arah badai itu.

Kenapa? Karena kerbau secara naluriah tahu bahwa cara tercepat untuk melewati badai adalah dengan menembusnya. Dengan berlari menuju badai, mereka meminimalkan waktu mereka berada di dalamnya. Mereka menghadapi hantaman angin dan hujan secara langsung, namun mereka melewatinya dengan lebih cepat dan keluar di sisi lain—di mana matahari bersinar—jauh sebelum kawanan yang lari menghindar.


Dalam kehidupan Kristen, kita semua pasti menghadapi "badai". Badai itu bisa berupa:

  • Masalah keluarga atau pekerjaan.
  • Pencobaan dosa yang terus-menerus.
  • Ketakutan akan masa depan.
  • Duka atau kehilangan.
  • Proses pembentukan karakter oleh Tuhan yang terasa sakit.

Sama seperti hewan di padang gurun, kita memiliki dua pilihan respons:

1. Respons "Sapi": Lari dari Badai

Ini adalah respons alami manusia kita. Kita tidak suka rasa sakit. Kita tidak nyaman dengan konfrontasi.

  • Ketika ada masalah, kita menghindar. Kita pura-pura tidak ada masalah (denial).
  • Ketika ada dosa, kita berkompromi. Kita menunda pertobatan, berpikir "nanti saja" atau "ini tidak terlalu buruk."
  • Ketika Tuhan memanggil kita untuk melakukan sesuatu yang sulit, kita lari ke arah yang berlawanan, seperti Yunus yang lari ke Tarsis.

Apa hasilnya? Seperti kawanan sapi tadi, kita memperpanjang penderitaan kita. Masalah yang kita hindari tidak hilang, ia hanya menumpuk dan mengikuti kita. Dosa yang kita kompromikan akan terus menggerogoti kita dari dalam, mencuri damai sejahtera kita. Panggilan Tuhan yang kita abaikan akan membuat kita hidup dalam kegelisahan.

Kita akhirnya berlari bersama badai itu, kelelahan secara rohani, dan tidak pernah benar-benar melewatinya.

2. Respons "Kerbau": Menghadapi Badai

Mentalitas kerbau adalah mentalitas seorang pejuang iman. Ini adalah panggilan bagi kita sebagai orang percaya.

Yakobus 1:2-4
"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun."

Mentalitas kerbau adalah:

  • Menghadapi Dosa dengan Pertobatan Radikal: Alih-alih lari dari dosa, kita berlari menghadapinya di kaki salib. Kita mengakuinya secara jujur (1 Yohanes 1:9). Kita hadapi konfrontasi itu, kita akui kelemahan kita, dan kita memohon kekuatan Tuhan untuk melewatinya. Ini mungkin sakit di awal, tapi ini adalah jalan tercepat menuju pengampunan dan pemulihan.
  • Menghadapi Masalah dengan Iman: Alih-alih bertanya "Mengapa saya, Tuhan?", kita bertanya "Apa yang Engkau ingin ajarkan padaku, Tuhan?" Kita berlari ke dalam masalah itu dengan doa, puasa, dan mencari kehendak-Nya. Kita percaya bahwa Tuhan ada di dalam badai itu bersama kita.
  • Menghadapi Panggilan dengan Ketaatan: Ketika Tuhan menyuruh kita melakukan hal yang sulit—mengampuni orang yang menyakiti kita, melayani di tempat yang tidak nyaman—kita tidak berbalik. Kita berjalan lurus ke arah panggilan itu, percaya bahwa Dia yang memanggil juga yang akan memberi kekuatan.

Badai dalam hidup seorang Kristen bukanlah tanda Tuhan meninggalkan kita. Seringkali, itu adalah alat-Nya untuk membentuk kita. Seperti kerbau, kita harus mengubah perspektif kita.

Berlari menjauh dari masalah hanya akan membuat kita berlari lebih lama dalam ketakutan.
Berlari menuju masalah—bersama Tuhan—adalah cara tercepat untuk sampai pada kedamaian dan kedewasaan rohani.

Yakobus 4:7 berkata, "Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" Perhatikan, kita diminta "melawan" (menghadapi), bukan "lari dari".

Hari ini, badai apa yang sedang Anda hadapi? Berhentilah berlari menghindar. Balikkan badan Anda. Hadapi badai itu dengan lutut yang tertunduk dalam doa dan iman yang teguh kepada Kristus.

Karena di sisi lain dari badai itu, ada kemenangan, ada karakter yang dimurnikan, dan ada damai sejahtera Allah yang menanti.

Yesaya 43:2
"Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, dan melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakarmu."

Posting Komentar