Menjadi dukun di era sekarang itu gampang. Tidak perlu lagi menghilang di balik kabut kemenyan atau bersemayam di gubuk bambu di ujung desa. Cukup modal smartphone, kuota internet, dan akun media sosial. Semua bisa dilakukan dari rumah, bahkan sambil rebahan.
Caranya? Pokoknya sebelum "pasien" datang untuk diruwat, diramal, atau curhat masalah hidup, pastikan sudah janjian dulu lewat WhatsApp beberapa jam sebelumnya. Saat itu, yang penting Anda sudah pegang dua hal: nama lengkapnya dan, kalau bisa, fotonya. Sisanya tinggal buka seluruh jejak digitalnya di media sosial. Scroll status-statusnya, baca postingannya yang paling emosional, perhatikan foto-fotonya, dan catat detail kecil yang bisa dijadikan bahan ramalan nanti.
Begitu "pasien" datang, mulailah bicara dengan nada penuh misteri. "Kamu baru saja kecewa, ya? Seperti habis putus cinta… dia itu sebenarnya nggak cocok sama kamu. Wetonnya beda, sih…" Lalu sisipkan sedikit bahasa yang terdengar spiritual, campur-campur antara ramalan zodiak, primbon Jawa, dan teori psikologi populer. Jangan lupa untuk sesekali memegang tangannya sambil berkata, "Coba lihat garis tangan kamu… wah, ini tanda orang yang hatinya besar tapi sering disakiti."
Dengan modal informasi dari sosmed, kesan "dukun sakti" akan muncul secara alami. Pasien akan terheran-heran, "Kok bisa tahu semua, ya?" Padahal ya… semua ada di Facebook, Instagram, dan TikTok-nya sendiri. Kalau pasiennya sedang galau berat, bahkan bukan tidak mungkin lama-lama Anda yang menjadi "penyembuh" sekaligus "pengganti" sang mantan. Strategi marketing sekaligus PDKT, bukan?
Begitulah dukun era digital: tidak lagi bergantung pada bisikan gaib, melainkan pada kekuatan stalking dan analisis media sosial. Dan jujur saja, di zaman sekarang, kadang "kemampuan" itu lebih efektif daripada semua mantra yang pernah ada.