Agnostic Menurut Pemahaman Saya

Menurut pemahaman saya, Agnostik adalah suatu bentuk keyakinan yang mengakui adanya sosok Maha Kuasa yang mengatur dan menguasai alam semesta, namun memilih untuk mendekatinya secara langsung—melalui pikiran dan hati nurani—tanpa campur tangan dalil-dalil agama atau perantara institusional. Bagi seorang agnostik, hubungan dengan Sang Penguasa adalah hubungan pribadi yang tidak perlu dibatasi oleh tafsir atau aturan dari manusia lain.

Dogma-dogma agama yang terasa mengusik hati nurani biasanya telah mereka tinggalkan. Istilah seperti “kafir”, “sesat”, “anak terang”, “anak gelap”, atau label-label serupa, tidak lagi relevan bagi mereka. Seorang agnostik tidak lagi memandang manusia berdasarkan kotak-kotak identitas agama, melainkan sebagai sesama makhluk yang sama-sama hidup di bawah langit yang sama.

Meski begitu, agnostik tidak serta-merta menolak semua hal yang datang dari agama. Banyak yang justru berterima kasih pada agama lamanya karena telah mengajarkan dasar-dasar spiritualitas, seperti cara berdoa dan ritual ibadah. Bedanya, mereka menjalankan doa itu tanpa embel-embel ayat ancaman, tanpa motivasi pahala atau takut neraka, dan tanpa dorongan untuk menilai atau menghakimi keyakinan orang lain. Kesadaran moral bagi mereka tidak datang dari teks semata, tetapi dari perenungan batin dan pengalaman hidup yang membentuk pemahaman tentang mana yang baik dan mana yang buruk.

Itulah sebabnya, kita bisa menemukan agnostik dengan latar belakang beragam: ada yang dari keluarga Muslim, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, atau kepercayaan lainnya. Mereka mungkin masih menggunakan bentuk doa atau bahasa ritual yang diajarkan sejak kecil, namun maknanya sudah dimurnikan dari hal-hal yang dianggap mengandung teror, kebencian, atau ancaman bagi pihak lain.

Agnostik, sama seperti bentuk keyakinan lainnya, adalah hak pribadi yang dimiliki setiap individu. Ia lahir dari perjalanan batin yang tidak selalu mudah, sering kali melalui fase mempertanyakan, meragukan, hingga menemukan bentuk spiritualitas yang dirasa paling jujur bagi diri sendiri. Oleh karena itu, menghargai keberadaan agnostik bukan hanya soal toleransi, tapi juga pengakuan bahwa setiap orang berhak memilih jalannya sendiri dalam mencari kebenaran dan kedamaian batin.

Komentar

Memuat komentar…
Tidak bisa memuat komentar.
Tampilkan lebih banyak
Artikel Terkait
Memuat artikel…
Tidak ada artikel terkait.
Terima pembaruan lewat email