Sesatire-satirenya sebuah satire adalah satire yang diakhiri dengan hastag penjelasan bahwa itu satire. Ironis sekali—padahal kekuatan satire justru ada pada kemampuannya membuat orang berpikir, menebak-nebak, dan menangkap maksud yang tersembunyi di balik kata-kata. Begitu diberi hastag #satire, efeknya langsung seperti sulap yang dibongkar rahasianya: lucunya berkurang, tajamnya tumpul, dan sisanya tinggal “Oh, jadi maksudnya itu…”.
Tapi di era digital sekarang, mungkin memang perlu. Sebab ada saja yang membaca satire dengan wajah serius, lalu menganggapnya sebagai kebenaran mutlak. Akibatnya, yang tadinya hanya sindiran cerdas berubah jadi bahan bakar perdebatan panas di kolom komentar. Dan demi menghindari keributan yang tidak perlu, sebagian penulis akhirnya menaruh hastag penjelasan—semacam stiker “Hati-hati, lantai basah” untuk kata-kata.
Jadilah satire zaman modern ini seperti stand up comedy yang harus diawali dengan kalimat: “Ini cuma bercanda, ya, jangan baper.” Padahal kalau harus dijelaskan, bukankah itu sudah menghilangkan seni dari satirenya sendiri? Mungkin suatu saat nanti, kita akan sampai pada titik di mana setiap satire wajib dilengkapi manual penggunaan, lampiran definisi, dan disclaimer hukum, supaya semua orang merasa aman… meski isinya sudah tidak lagi begitu lucu.