“NKRI harga mati” — sebuah slogan yang sering kita dengar di spanduk, pidato, dan media sosial. Kalimat yang terdengar gagah, seolah menyatukan semua orang di bawah panji yang sama. Tapi kalau benar NKRI itu “harga mati”, pertanyaannya: berapa lagi yang harus mati sampai harga itu dianggap lunas?
Apakah yang mati itu hanya para pahlawan di buku sejarah, atau juga mereka yang tak pernah tercatat namanya? Apakah yang mati itu para tentara di garis depan, atau juga warga sipil yang jadi korban di tengah konflik dan kebijakan yang mengatasnamakan persatuan?
Slogan memang mudah diucapkan, tapi mempertanyakan nyawa yang jadi “bayarannya” sering dianggap tidak patriotis. Padahal, justru di situlah letak cinta tanah air yang sejati—berani bertanya demi memastikan bahwa yang dikorbankan bukan sekadar angka di laporan, melainkan benar-benar demi kebaikan bersama, bukan kepentingan segelintir orang.
Kalau NKRI memang harga mati, semoga artinya bukan terus-menerus memungut nyawa rakyatnya sebagai koin pembayaran.