rjgMtIfGYu4OB4QkmjHAeAZy7ixF2fuByIYhJHQr

Ketika Serba Bisa Hanya Menambah Kerjaan, Bukan Gajian

Ketika Serba Bisa Hanya Menambah Kerjaan, Bukan Gajian
Ketika Serba Bisa Hanya Menambah Kerjaan, Bukan Gajian

Di kantor, status "serba bisa" sering terdengar keren. Kedengarannya seperti superhero yang bisa menolong semua orang. Tapi realitanya, jadi "serba bisa" di kantor lebih sering mirip obat nyamuk campuran: ada terus, dipakai terus, tapi jarang dihargai lebih. Semakin banyak kemampuanmu, semakin banyak titipan kerjaan yang mampir—sayangnya dompet belum tentu ikut bertambah tebal.

Banyak orang yang awalnya cuma bisa sedikit Excel—tahu cara pakai fungsi =SUM—tiba-tiba dianggap ahli olah data. Yang pernah desain di Canva sekali, langsung dipanggil jadi tim kreatif perusahaan. Yang kebetulan bisa bicara depan umum, otomatis masuk daftar MC acara kantor, dari ulang tahun, acara besar sampai doa pagi. Yang pernah colokin kabel HDMI sekali sukses, seketika jadi "Orang IT Perusahaan". Yang anak pendeta, otomatis dianggap bisa kotbah di acara rohani kantor. Bahkan, yang punya mobil, otomatis jadi sopir cadangan untuk acara kantor.

Hukum tak tertulis di kantor tampaknya sederhana: semakin banyak skill, semakin banyak kerjaan. Kerjaan berkembang biak seperti tanaman liar, gaji tetap stagnan. Pujian memang datang, "Wah, kamu hebat, bisa semua!", tapi transferan di rekening tak pernah ikut berubah. Bos sering memanggil bukan karena promosi, tapi karena ada proyek baru. Dan kata kuncinya selalu sama: "Tolong satu hal kecil aja," padahal ternyata pekerjaan tiga bulan. Humor pahitnya: Swiss Army Knife kalau makin banyak fiturnya, harganya ikut naik. Karyawan kalau makin banyak skill, harganya di kantor… tetap segitu-segitu saja.


Kalau dipikir-pikir, keadaan seperti ini mudah membuat kita frustrasi. Kita sudah bekerja keras, banyak yang kita lakukan, tapi upahnya tidak sesuai. Namun di titik inilah kita perlu diingatkan: jangan menggantungkan hati pada upah manusia. Kita bekerja bukan sekadar untuk menyenangkan atasan, melainkan untuk menyenangkan Tuhan.

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23–24)

Alkitab memberi kita contoh nyata melalui Yusuf. Ia adalah sosok yang benar-benar serba bisa. Di rumah Potifar, ia mengatur semua urusan sampai tuannya tidak perlu khawatir apa pun, tetapi "upah" yang ia terima justru fitnah yang menjebloskannya ke penjara. Di penjara, Yusuf kembali dipercaya untuk mengatur para tahanan dan pekerjaan di sana—tetap saja statusnya narapidana. Namun ketika waktunya tiba, di istana Firaun, ia menafsirkan mimpi, mengatur logistik Mesir, dan menyelamatkan banyak orang dari kelaparan. Barulah terlihat bahwa upah sejati datang dari Tuhan: Yusuf diangkat menjadi orang nomor dua di Mesir. Ia tidak menuntut tambahan upah dari manusia; ia hanya setia mengerjakan yang dipercayakan kepadanya. Dan pada waktunya, Tuhan yang mengangkat.

Dari kisah itu kita belajar: manusia bisa salah menilai, tetapi Tuhan tidak pernah salah. Bos bisa lupa janji kenaikan gaji, HR bisa bilang anggaran terbatas, tetapi Tuhan selalu menghargai setiap tetes keringatmu. Upah dari manusia terbatas pada rupiah, tetapi upah dari Tuhan jauh lebih besar: damai sejahtera, sukacita, berkat rohani, kesehatan, bahkan hidup kekal. Karena itu, mari bekerja dengan hati yang benar—bukan hanya demi pujian manusia, melainkan demi menyenangkan Tuhan.

Jika hari ini kamu merasa kerjaan makin banyak tapi gaji tetap, jika kamu merasa serba bisa tapi dianggap biasa saja, ingatlah bahwa dunia bisa mengabaikanmu, tetapi Tuhan tidak pernah. Dunia bisa memberikan tugas tambahan tanpa imbalan, tetapi Tuhan menyediakan upah kekal. Dunia bisa memuji lalu melupakan, tetapi Tuhan selalu menghitung jerih lelahmu.

"Karena itu, hai saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58)

Maka, teruslah bekerja dengan setia; lakukan semuanya dengan segenap hati seperti untuk Tuhan. Jika dunia hanya memberimu tugas tambahan, percayalah—Tuhan sudah menyiapkan "bonus kekal" yang tak bisa diukur oleh angka gaji.

1 komentar